Abdya-Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIN) melalui Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah melakukan pemberdayaan masyarakat miskin berupa pendampingan teknis untuk menyejahterakan masyarakat Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Kegiatan yang dilakukan ini juga untuk menindaklanjuti hasil kajian yang telah dilakukan pada 2023, terkait dengan pemanfaatan hasil riset dan inovasi dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kabupaten Abdya.
Sri Ayu Suryani selaku Koordinator Daerah Provinsi Aceh BRIN sekaligus anggota tim pokja kemiskinan Aceh menyatakan, dirinya ingin menangkap isu-isu apa yang ada di masyarakat untuk di implementasikan agar bisa bermanfaat bagi masyarakat Abdya. Demikian pernyataan Sri saat melakukan kunjungan untuk pendampingan teknis ke Kabupaten Abdya, dilaksanakan di Ruang Aula Bappeda Kabupaten Abdya, Rabu (29/5).
Dia dan timnya akan mengidentifikasi teknologi seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Abdya. Hal ini merupakan langkah awal untuk melakukan pemetaan model bisnis pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menurunkan kemiskinan.
Dalam pertemuan tersebut turut hadir Hafidin Staf Ahli Bidang Ekonomi Setkab Abdya yang mengatakan, secara data nasional Abdya termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrem yang tinggi.
Dengan melihat kondisi pasca terjadinya tsunami, Kabupaten Abdya perlu waktu untuk mengejar ketertinggalan. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kemiskinan tersebut. Harapan kami dengan kehadiran BRIN ini, dapat memberikan solusi atau langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar angka kemiskinan bisa turun di Kab. Abdya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Etty tri Widyastuti sebagai Ketua tim pokja kemiskinan Aceh-BRIN menyampaikan, hasil kajian 2023 yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Abdya dapat mengeluarkan kebijakan dalam bentuk fokus pelaksanaan program.
“Selain itu juga melakukan kegiatan dengan penetapan prioritas lokus sebagai proyek percontohan dalam peningkatan kesejahteraan petani di 5 kecamatan. Kelima kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Babahrot, Kecamatan Jeumpa, Kecamatan Tangan-tangan, Kecamatan Kuala Batee, dan Kecamatan Lembah Sabil,” ucapnya.
Dirinya menuturkan, Pemerintah Kabupaten Abdya juga dapat meningkatkan prioritas program peningkatan kesejahteraan berdasarkan konsumsi, ketenagakerjaan, kesehatan, perumahan dan kawasan pemukiman untuk Kecamatan Babahrot. Hal tersebut mengingat jumlah petani miskin berdasarkan indikator kesejahteraan terbesar berada di Kecamatan Babahrot.
“Pemerintah Kabupaten Abdya dapat meningkatkan cakupan penerima bantuan pengembangan sarana pertanian untuk Kecamatan Babahrot. Mengingat kecamatan ini memiliki persentase penduduk miskin dengan profesi petani yang paling banyak. Potensi lahan pertanian berupa perkebunan yang paling besar, dan diarahkan sebagai kawasan agropolitan,” urainya.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan ini berkolaborasi juga dengan Pusat Riset Kependudukan BRIN. “Tujuannya untuk mengeksplorasi terlebih dahulu kondisi masyarakat Kab Abdya dan potensi-potensi sumber daya apa yang ada. Untuk dikembangkan dan mengkonfirmasi apakah hasil kajian yang telah dilakukan pada tahun 2023 sudah sesuai atau tidak dengan kondisi di lapangan,” demikian ungkap Nawawi Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN.
Di hari berikutnya (30/05), BRIN berkesempatan mengunjungi lokus pertama, yakni desa atau Gampong Pantee Rakyat di Kecamatan Babahrot, dengan kriteria tingkat kemiskinan paling tinggi di Kabupaten Abdya. Hampir 75% masyarakat di desa ini masih baru, karena pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan, dengan jumlah penduduknya sekitar 5.000 orang, dan sebagian besar pendatang.
Untuk mengubah budaya yang ada di masyarakat saat ini sangat sulit, karena kecenderungan masyarakat sudah merasa nyaman menerima bantuan dari pemerintah. Seperti modal usaha, tetapi banyak yang tidak berhasil karena mereka tidak mau berusaha,” ungkap Abu Bakar Idris Keuchik atau Kepala Desa Pasar Pantee.
Dari hasil diskusi di ruang Kepala Desa Gampong Pantee Rakyat, Nawawi menjelaskan, intervensi yang bisa dilakukan oleh BRIN antara lain mengadakan pelatihan wirausaha, akses teknologi untuk pengemasan produk, dan akses pemasaran dengan melihat potensi pertanian, dan UMKM yang ada.
Kunjungan berikutnya ke Gampong Suak Nibung Kecamatan Tangan-tangan, dengan kriteria bahwa desa tersebut sudah ada intervensi kegiatan pemberdayaan tetapi belum optimal. Desa ini memiliki potensi ekonomi dan sudah ada kelompok komunitas peternak bebek telur asin, dan peluang pasar.
Kepala Desa Gampong Suak Nibong, Adami Us mengatakan, pada 2022 lalu Gampong Suak Nibong menjadi desa berkembang dan berstatus maju pada tahun 2023. Desa ini diharapkan bisa menjadi desa mandiri yang sempat berpredikat desa tertinggal.
“Selain bertani, masyarakat kita juga fokus pada peternakan bebek petelur, yang dikelola langsung oleh kalangan ibu-ibu di desa kami. Kelompok bebek petelor di Desa Suak Nibong, dikelola oleh beberapa kelompok dengan jumlah seribuan ekor lebih. Telur-telur dipasok hingga ke Medan, Sumatera Utara yang sudah dikemas menjadi telur asin,” urainya.
Hadir pula Rahmat Sumaidi Kepala Bappeda Abdya yang menuturkan, pada 2023 memang pihaknya telah menghubungi BRIN. Untuk mengkaji masih tingginya angka kemiskinan di Abdya dengan harapan dapat diupayakan pada kegiatan ke depan.
“Kita juga telah mengunjungi Desa Pante Rakyat, Kecamatan Babah Rot, dan hari ini ke Desa Suak Nibong Kecamatan Tangan-Tangan dan Desa Padang, Kecamatan Manggeng. Semoga bisa menjadi lokus untuk percontohan pengetasan kemiskinan,” rincinya.
Kunjungan selanjutnya, yaitu menemui pengrajin anyaman sulam benang kasab di desa Padang, Kecamatan Manggeng yang dianggap sudah berhasil melaksanakan pemberdayaan dari program pemerintah.
Ros, seorang pengrajin anyaman sulam benang kasab membeberkan, untuk menyelesaikan hasil anyamannya kurang lebih dalam waktu tiga bulan, sesuai dengan besar kecilnya kerajinan yang dibuat. Menurutnya, harga hasil kerajinannya berdasarkan bahan baku benang yang dipakai seberapa banyak. Untuk bahan baku masih membeli dari kota Medan, dan harganya pun jauh lebih murah dibandingkan di Aceh.
“BRIN melalui Kedeputian Bidang Riset dan Inovasi Daerah diharapkan ke depan dengan Model Bisnis Pemberdayaan Masyarakat, program yang di terapkan ke masyarakat desa akan lebih tepat sasaran. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal yang dimiliki daerah.